TOLERANSI LAHIR BATIN
OLEH: AGUST G THURU
Sore ini saya menyeruput segelas kopi di sebuah warung pinggir jalan. Segelas kopi susu kesukaan saya. Tiba-tiba saja saya ingin membuat catatan tentang siapa dia di foto yang saya tampilkan ini.
Namun sebelumnya, saya harus jujur mengakui bahwa saya bangga lahir di Nusa Tenggara Timur dan bangga menjadi orang NTT. Ada banyak alasan saya begitu bangga menjadi orang NTT. Namun ada satu hal yang paling unggul dan membuat saya bisa menepuk dada bangga terhadap NTT yakni soal kerukunan antar umat beragama.
Kerukunan antar umat beragama di NTT bukan sekedar basa basi, atau hanya di bibir saja tetapi benar-benar mendalam. Bisa dikatakan bahwa kerukunan antar umat beragama di NTT itu terbangun sejak berabad-abad bukan secara lahiriah saja tetapi secara lahiriah maupun batiniah.
Ikatan lahiriah dan batiniah orang NTT itu terbawa ke luar NTT. Di Indonesia dimana ada paguyuban warga diaspora NTT maka tampak hubungan lahir dan batin sangat kuat. Di rantau mereka bisa menyatu bukan karena sama agamanya tetapi karena sama daerah asal yakni NTT. Saya pernah meliput warga NTT di daerah transmigrasi Suryanmahe Kabupaten Tabalong Kalsel dan mereka merasa orang NTT yang senasib dan sepenanggungan.
Akhirnya catatan saya ini sampai ke soal foto yang saya tayangkan ini. Seorang pria bertubuh kecil memanggul karung beras. Beras itu adalah sumbangan dari donatur untuk mengatasi kesulitan pangan warga NTT diaspora di Bali. Pria di foto ini saya kenal sejak tahun 2000 silam saat ia menjadi pemimpin redaksi sebuah tabloid yang berkantor di Jalan Nangka Selatan Denpasar.
Ketika itu saat kami berkenalan ia menyebut namanya Rahman Sabon Nama. Mendengar namanya, ingatan saya ke sosok seorang imam Serikat Sabda Allah (SVD) Pater Paulus Sabon Nama, SVD. Beliau kemudian mengundurkan diri setelah permohonan laisasi tahbisan imamatnya disetujui Vatikan. Ternyata bapak Paul Sabon Nama adalah paman dari Rahman Sabon Nama. Saya semakin bangga menjadi orang NTT karena dalam satu keluarga orang NTT tetap rukun sekalipun berbeda keyakinan Hidup rukun antar umat beragama lahir dan batin itu dibawa ke mana saja orang NTT pergi. Maka di Bali, paguyuban warga NTT diaspora sungguh guyub meskipun berbeda keyakinan. Duduk satu meja, bercanda tawa nyaris tak ada pembatas jarak. Susah senang sama-sama rasa, sama-sama cari jalan keluar untuk pemecahan masalah.
Orang dalam foto ini pasti dikenal banyak orang. Pak Rahman Sabon Nama kelahiran Adonara Flores Timur sangat aktif di paguyuban IKB Flobamora. Saya bersyukur bisa mengenalnya dengan dekat baik saat sama-sama berprofesi sebagai wartawan maupun saat ini ia bergabung di STIKOM Bali.
Tubuhnya memang kecil tetapi jiwa pelayanannya sangat besar. Untuk melayani sesama warga NTT diaspora , tubuh kecil bukan alasan untuk tidak berbuat yang terbaik . Termasuk memanggul karung beras yang akan dibagikan ke warga NTT diaspora Bali yang sangat membutuhkan di tengah situasi Covid-19 ini. Terima kasih pak Rahman Sabon Nama. Bersyukur kita tetap NTT dalam keberagaman kita.***DENPASAR, 8 JUNI 2020