FLOBAMORA BALI, “RUMAH BESAR” WARGA BALI KETURUNAN NTT
IKATAN Keluarga Besar (IKB) Flobamora Bali bukan hanya sekadar paguyuban duka dan suka. “Flobamora merupakan rumah besar warga Bali keturunan Nusa Tenggara Timur (NTT). Flobamora merupakan forum pemersatu warga Bali asal NTT,” ujar Ketua Umum Flobamora Bali, Yusdi Diaz, didampingi Sekretaris Umum Fredy Billy, Ketua I Ardy Ganggas, Ketua II Agus Dei Segu dan Ketua III Antonia Nepa, dalam perbincangan dengan Tabloid Flobamora Dewata di Denpasar belum lama ini.
Saat ini, Flobamora Bali memayungi dua puluh lima unit duka suka. Unit suka duka ini berbasis kabupaten/kota di Provinsi NTT. Ini ditambah Himpunan Pemuda, Pelajar, dan Mahasiswa (Hippma) NTT Bali.
Warga Bali asal NTT tersebar di sembilan kabupaten/kota di Pulau Dewata. Mayoritas berdomisili di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Sementara warga Bali bermarga NTT lahir, besar, dan bekerja di daerah ini. Mereka ini sudah hidup membaur dengan krama Bali, juga berinteraksi dengan komunitas anak bangsa lainnya di Pulau Dewata.
Profesi warga Flobamora ini beragam. “Dari mahasiswa dan pelajar hingga pengajar; dari satpam hingga anggota TNI/Polri; dari pencari kerja hingga pengusaha; dari juru parkir hingga pramuwisata; dari wartawan hingga pengacara; dari atlet hingga PNS; dari pembantu rumah tangga hingga dokter; termasuk dari pelayan kafe hingga rohaniawan,” papar Yusdi.
PERAN SOSIAL
Peran positif dan kontribusi penting warga Bali asal NTT telah terjadi sejak era sebelum kemerdekaan RI. Ini bahkan terus berlanjut hingga kini.
Masa awal kemerdekaan, administrasi pemerintahan NTT, NTB, dan Bali masih menyatu dalam wilayah Provinsi Sunda Kecil. Provinsi ini menjadi semacam miniatur kebhinekaan. Dalam miniatur ini terwakili ras Melayu dan Melanesia. Tercermin pula di situ keberadaan pemeluk agama-agama besar.
Kota Singaraja, Buleleng, sebagai ibu kota Sunda Kecil kala itu. Singaraja menjadi titik pertemuan strategis komunitas plural di persada Sunda Kecil, bahkan Nusantara.
Salah satu contoh peran positif dan kontribusi penting putra-putri NTT di Sunda Kecil melalui dunia pendidikan. “Sejumlah orang tua kita dulu datang ke Bali karena ditugaskan negara. Ada yang jadi tentara, polisi, juga guru,” tambah Yusdi.
Generasi baru putra-putri asal NTT belakangan tiba di Bali untuk belajar. Mereka diasah di berbagai lembaga pendidikan di Pulau Dewata.
Sikap orang Bali yang terbuka, ramah, dan kekeluargaan umumnya memberikan rasa aman dan nyaman bagi para perantau untuk datang ke Bali. Ini juga pengalaman yang dikecapi kebanyakan warga Bali asal NTT.
Kemajuan ekonomi dan tersedianya peluang kerja menyebabkan banyak perantau memilih tetap tinggal dan menjadi warga Bali. Mereka mengisi ruang ruang kosong yang terbuka lebar. Saling melengkapi dan menguatkan. Mereka menjadi bagian dari masyarakat Bali yang telah diberi dan mengambil peran dalam pembangunan Bali.
Namun, warga Bali asal NTT pun kadang menjadi bagian dari masalah social. Ini ekses pembangunan. Ada yang bertindak semaunya, bahkan menjadi pelaku tindak kriminal.
“Tetapi, pelaku kriminalitas adalah pelaku kriminalitas bukan representasi dari etnis tertentu yang kemudian digeneralisir seolah mayoritas etnis tertentu merupakan pelaku kriminal atau penyuplai warga bermasalah,” tandas Yusdi. REPORTER: FARIS WANGGE. EDITOR: SYAM KELILAUW