ESTHON ROTOK SAFARI POLITIK DI MANGGARAI TIMUR
Setelah mendapat dukungan 100 persen dari DPC Partai Gerindra seluruh NTT, Bakal Calon (Balon) Gubernur dan Wakil Gubernur NTT, Esthon Foenay dan Chris Rotok, melakukan safari politik ke berbagai daerah di NTT. Sabtu 25 Juni 2016 lalu, pasangan ini menggelar acara tatap muka dengan masyarakat di Managgarai Timur – Flores. Acara yang digelar di Aula Kevikepan Borong Kabupaten Manggarai Timur ini dihadiri ratusan simpatisan pasangan ini.
Kehadiran Esthon-Rotok diterima secara adat Manggarai dengan “Kepok Curu dan Kapu” oleh tokoh adat. Tatap muka itu dihadiri Pastor Vikep Borong dan Pastor Paroki Borong, tokoh agama, sejumlah anggota DPRD Manggarai Timur, Kader Partai Gerindra, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh pemuda dan perempuan, dan ratusan simpatisan dari wilayah kecamatan Borong, Rana Mese dan Kota Komba.
Dalam kesempatan itu Calon Wakil Gubernur, Chris Rotok, menjelaskan tujuan hadir bertemu masyarakat Manggarai Timur adalah untuk mohon doa restu dan dukungan dari masyarakat agar keduanya bisa pimpin wilayah Provinsi NTT periode 2018-2023 mendatang.
Pada kesempatan itu, Rotok juga meminta agar isu suku, agama dan ras (SARA) ditanggalkan. Ia pun meminta masyarakat untuk jauhkan isu-isu seperti itu.
Rotok mengajak masyarakat unuk mengedepankan sikap toleransi. Biasanya, kata dia, orang yang menghembuskan isu agama dan suku, karena lemah dalam berpolitik. Orang seperti ini adalah pengkhianat paling pertama terhadap agama, kata Rotok.
“Kalau dia lemah dalam berpolitik, dia mulai tarik agama bawa ke dalam. Ini kan namanya pengkhianat terhadap agama”, kata mantan Bupati Manggarai dua periode ini.
Lebih lanjut Rotok mengatakan, penghianat seperti itu tidak pernah lihat agama sesuatu yang sakral sehingga dia bawa ke medan politik. Sementara dia tahu bahwa politik praktis itu banyak kotornya. Seperti orang Katolik, kalau mulutnya mengeluarkan kata-kata yang tidak sesuai hati, itu orang kotor dan tidak layak terima hostia.
“Kalau ada orang, khususnya Katolik yang suka isu agama dalam Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur, berarti saya ini dianggap bukan orang Katolik karena nomor dua? Apa hanya nomor satu saja yang Katolik? Pikiran dan bahasa seperti ini harus dijauhkan. Itu pikiran kolot”, jelas Rotok.
Selain itu, Rotok juga menyampaikan bahwa dirinya sudah dengan tegas menyampaikan kepada Esthon bahwa dirinya orang kerja. Kalau dirinya dijadikan penghias meja, maka garuda akan dia tinggalkan.
Balon Gubernur, Esthon Foenay, menyampaikan hal yang senada. Kata Esthon, mereka hadir dan melakukan tatap muka itu, untuk minta doa restu dan dukungan dari masyarakat Manggarai Timur.
Jika memperoleh respon positif dan signifikan, maka dia bersama Rotok akan berlanjut untuk bertarung. Tapi kalau rakyat bilang tidak, keduanya tentu tahu diri untuk beri kesempatan kepada yang lain.
“Itu kompetisi dan daya saing yang kita akan hadapi. Banyak isu bahwa ada banyak calon di Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur. Tentu mereka itu adalah kompetitor yang kita hadapi”, kata Esthon.
Dalam kaitan dengan Pilkada akan datang, kata Eston yang dipilih itu bukan karena suku, agama dan ras. Akan tetapi, kalau dipilih adalah figur pemimpin yang bisa memperbaiki NTT. Tentunya hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Semua itu juga tentu harus bangun dengan hati jernih, tulus dan ikhlas untuk memperbaiki nasib rakyat NTT.
“Itu adalah prinsip saya dan Chris Rotok, apabila rakyat percaya dan Tuhan memberikan restu. Kami sebagai Balon betul-betul menggali aspirasi dari masyarakat”, kata mantan Wakil Gubernur NTT itu.
Terkait program unggulan, ia tidak tidak menjanjikan program muluk-muluk tetapi program yang riil dan dapat direalisasikan. Salah satu program itu melanjutkan estafet dari ide dan gagasan mantan Gubernur Ben Boi, dimana masalah yang paling penting pembangunan di desa adalah kemiskinan dan pengangguran. Lebih dari itu juga adalah masalah moral dan etika.
Esthon-Rotok juga tidak akan mengabaikan program yang sudah ada. Tetapi yang baik dilanjutkan dan yang belum baik akan dievaluasi untuk disesuaikan dan sinergikan.
“Tentu kita tidak buat visi misi secara perseorangan. Kita juga akan memperkuat adat dan budaya yang merupakan jati diri kita. Ini merupakan kekuatan yang sangat fundamental dan harus dibangun ke depan. Masalah batas antar kabupaten juga seperti Matim dan Ngada, itu juga kita sudah siap selesaikan dengan cara yang baik dan memuaskan”, tutur Esthon.
Sementara salah satu tokoh masyarakat Matim, Polus Gagu, dalam kesempatan itu meminta kepada Esthon-Rotok, jika terpilih jadi Gubernur dan Wakil Gubernur, untuk memperhatikan ruas jalan provinsi di Manggarai Timur. Pasalnya, kondisi jalan raya Provinsi di wilayah itu sangat memprihatinkan dan selama ini kurang mendapat perhatian dari Pemerintah Provinsi. Seperti ruas jalan Pa’ang Leleng-Wukir kecamatan Elar Selatan.
“Terlalu pahit dan sedih rasanya kalau kita melihat masyarakat Elar Selatan yang sengsara dan terbelakang karena kondisi jalan Provinsi menuju wilayah sangat rusak parah. Panjang jalan Provinsi yang rusak di Matim, 70-an Km. Belum juga kita lihat jalan provinsi dari Bea Laing menuju Mukun, sudah rusak. Setiap tahun kerja satu kilometer dan setelah itu rusak. Ini program pembangunan apa namanya”, ungkap Gagu. (floresa)