DOKTER YOVITA MITAK, M.P.H. MENUJU KURSI WALI KOTA KUPANG
Kompetisi antarpartai politik menjelang pilkada NTT makin mencuat di media-media cetak dan online. Para kandidat yang telah dipinang partai politik tertentu hadir dengan visi-misi yang turut memprovokasi aspirasi publik. Hampir di rubrik-rubrik pemberitaan media, fenomena pilkada menjadi prioritas dari polemik publik yang secara kontinyu dibicarakan.
Tidak heran jika gema dari antusiasme partai politik bagi tiga daerah (Kota Kupang, Flores Timur, dan Lembata) bernada persuasif dan menyita opini dari berbagai kalangan. Muncul berbagai kritikan dari para pemerhati sosial, akademisi, politikus, dan kalangan lainnya. Kritikan-kritikan yang datang tersebut lebih mengarah kepada program lima tahunan yang dicanangkan oleh Cabup dan Cawabup serta Calon Walikota dan Wakil Walikota.
Di Kota Kupang, misalnya, para kandidat yang sudah dipinang partai politik tertentu bersaing ketat lewat visi-misi yang turut merepresentasikan tingkat elektabilitas para calon. Ada beberapa pasangan calon dalam parpol tertentu begitu antusias beralih langkah keluar dari NTT untuk mengikuti survei oleh lembaga independen tertentu. Tak lain maksud dari survei lembaga independen adalah untuk mengukur tingkat elektabilitas dan rekam jejak para kandidat. Latar-belakang demikian tentu menimbulkan polemik di tengah situasi prapilkada.
Polemik bisa saja datang dari kalangan masyarakat akar rumput yang prihatin dengan kredibiltas para calon, visi-misi, serta konsistensi personal para calon atas program yang dicanangkan. Kendati demikian, pilkada NTT yang akan berlangsung pada bulan Februari tahun 2017 mendatang menemukan wajah baru.
Wajah baru pilkada NTT tampak dari latar-belakang para calon yang hadir dengan sejarah identitas unik. Secara kasamata, budaya patriarkat yang sering melatari panggung perpolitikan NTT perlahan dilingkupi dengan semangat emansipasi. Mengedepankan persamaan atau kesetaraan hak dalam kehidupan umum (kaum wanita versus pria).
Sejatinya wajah baru pilkada NTT mulai tampak ketika ditemukan salah satu sosok calon pemimpin adalah kaum perempuan. Sosok calon pemimpin itu adalah dr. Yovita Mitak, M.P.H. Puteri semata wayang yang berani tampil dalam lingkaran budaya patriarkat untuk mengedepankan semangat emansipasi dalam bingkai pilkada NTT.
Dokter Yovita Mitak menjadi wakil dari jutaan perempuan yang mau memprioritaskan persamaan hak di antara kaum perempuan dan laki-laki dalam budaya pilkada NTT. Bahwa sudah waktunya kaum perempuan NTT bangkit dan mengedepankan visi-misi politik kepada publik. Dia tampil pula di panggung politik menuju kursi wali Kota Kupang mendatang.
Politik bukan saja milik kaum laki-laki, melainkan juga kaum perempuan. dr. Yovita Mitak, sebagai salah satu calon Walikota Kupang ingin membongkar kemapanan budaya NTT yang masif menyanjung klan patrilineal ketimbang klan matrilineal. Dalam sejarah pilkada NTT, kehadiran dr. Yovita Mitak, MPH terhitung sebagai perempuan kedua setelah wakil Bupati Kabupaten Manggarai Barat yang terpilih beberapa waktu yang lalu.
Realitas demikian menjadi sebuah momentum reflektif bagi banyak kalangan ketika melihat wajah baru pilkada NTT. Kaum perempuan NTT dalam berbagai lapisan penting memanfaatkan momentum ini sebagai ajang untuk membaca secara kritis kehadiran sosok pemimpin perempuan dalam pikada NTT.
Kaum perempuan NTT hendaknya semakin bijaksana dalam menyelisik setting perpolitikan NTT yang cenderung mapan berdiam dalam budaya patriarkat atau budaya yang hanya mengedepankan reputasi kaum laki-laki. Oleh karena itu, para pihak terkait khususnya kaum perempuan sudah saatnya merefleksikan beberapa hal berikut.
Pertama, pilkada NTT bukan hanya milik kaum patriarkat melainkan juga milik kaum perempuan. Sudah saatnya gema emansipasi dikedepankan dalam lingkup pilkada NTT, tidak hanya berlangsung untuk lima tahun ke depan, tetapi untuk sejarah pilkada NTT selanjutnya.
Kedua, hilangkan atmosfer politik yang mengedepankan primordialisme. Berani tampil pada garda terdepan untuk mengubah wajah baru pilkada NTT. Wajah yang mudah simpati dan empati pada aspirasi publik. Percaya bahwa kaum perempuan adalah juga tokoh ideal yang selalu menyelami lautan sejarah perpolitikan dengan hati dan tidak dengan logika semata.
Ketiga, wajah baru pilkada NTT yang tampak dari calon pemimpin perempuan adalah moment reflektif bagi kalangan umum bahwa sudah waktunya pilkada NTT dibenahi secara berkesinambungan.Klarifikasi dan proses pembenahan manajemen pilkada penting dilakukan untuk meminimalisir terciptanya distorsi pada saat pilkada berlangsung. (Sumber: skh pos kupang)