LEGENDA DI BALIK ATRAKSI BUDAYA “PASOLA” DI PULAU SUMBA
FLOBAMORA DEWATA (DENPASAR). SALAH satu atraksi budaya yang memikat dari tanah Sumba, adalah pasola. Ini merupakan atraksi ritual perang adat di Pulau Sumba. Dua kelompok penunggang kuda yang gagah berani saling berhadap-hadapan, kejar-mengejar, seraya melempar lembing kayu ke arah lawan
Lalu, bagaimana legenda di balik atraksi budaya yang mengagumkan itu?
Pemerhati budaya Sumba, Yudi Umbu T. T. Rawambaku, S.E., kepada Tabloid Flobamora Dewata membagi uraiannya. Yudi mengungkapkan, berdasarkan mitos yang diceritakan turun-temurun dari generasi ke generasi, upacara pasola dipercaya muncul dari romansa alias kisah cinta “Rabbu Kabba”. Konon pada zaman dahulu tersebutlah tiga bersaudara asal Waiwuang, yaitu Ngongu Toumatutu, Yagi Waikareri dan Ubu Dulla.
Si bungsu Ubbu Dulla mempunyai seorang istri yang rupawan bernama Rabbu Kabba. Mereka hidup damai dan bahagia. Suatu ketika, ketiga bersaudara tersebut hendak merantau ke negeri jauh yaitu Mahu Karera yang terkenal subur dan makmur. Maka mereka berangkat.
Hari berganti hari, minggu berganti bulan, Rabbu Kabba menanti penuh cemas, namun ketiga bersaudara tersebut belum pulang juga, bahkan tidak ada khabar berita. Warga Waiwuang mulai gelisah dan cemas. Mereka berinisiatif untuk mencari ketiga bersaudara tersebut yang merupakan pimpinan mereka ke seluruh pelosok negeri. Namun sia-sia. Tetap tidak ada kabar berita. Tahun berganti, Rabbu Kabba dirundung duka berkepanjangan.
Saat yang sama datang seorang pemuda asal Kodi bernama Teda Gaiparona yang tidak kalah gagah dengan Ubbu Dulla. Rabbu Kabba tergoda. Untuk menghalau sepi dan sedih yang melanda, dia menjalin cinta dengan Teda Gaiparona. Rabbu Kabba sadar hubungannya dengan pemuda Kodi akan menghadapi banyak tantangan maka mereka bersepakat untuk kawin lari.
Selanjutnya, ketiga bersaudara yang lama menghilang dan dianggap telah mati, tiba-tiba muncul kembali ke kampung halaman. Warga Waiwuang gempar. Gembira dan sedih bercampur jadi satu. Gembira melihat kedatangan tiga anak yang hilang, ternyata tidak kekurangan apapun, sekaligus sedih mengingat istri Ubbu Dulla bernama Rabbu Kabba telah pergi bersama laki-laki lain.
Bagi Ubbu Dulla tidak ada cara lain untuk mempertahankan kehormatannya, dia berniat mencari istrinya ke Kodi.
Warga Waiwuang mendukung sepenuhnya dan membantu Ubbu Dulla mencari istrinya yang hilang. Kuda-kuda disiapkan, pencarian dilakukan dan Rabbu Kabba berhasil ditemukan.
Melihat kedatangan Ubbu Dulla, Rabbu Kabba menjerit histeris. Suami tercinta yang dikira telah mati, ternyata masih segar bugar. Tangisan Rabbu Kabba meluluhkan amarah Ubbu Dulla. Dia mengajak Rabbu Kabba ikut bersamanya dan kembali membina kehidupan bersama.
Namun, Rabbu Kabba menolak. Semua sudah telanjur. Dia merasa telah melakukan aib dan malu untuk kembali. Dia meminta Teda Gaiparona untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Teda Gaiparona tidak keberatan. Dia bersedia menikahi Rabbu Kabba yang masih berstatus sebagai istri Ubbu Dulla secara sah dengan membayar sejumlah belis (mas kawin), seperti yang dulu diberikan oleh keluarga Ubbu Dulla saat meminang Rabbu Kabba, antara lain kuda, kerbau, mamoli, maraga, tabelo, pahori, tombak, parang (golok), serta pembungkus nyale hidup yang dimasukkan dalam daun kaborabahi seraya berpesan agar warga Waiwuang menyatakan pasola sebagai tanda melupakan kesedihan mengenang perpisahan antara Rabbu Kabba dengan Ubbu Dulla dan segenap warga Waiwuang. SYAM KELILAUW